Mengatur perasaan manusia.
"Kamu harus mengerti tentang hal ini,tak akan ada pemenang jika tak ada pecundang"
Kutipan itu aku dapatkan saat lawatan sejarah se JABAR,lampung,dan DKI april tahun lalu.Kutipan itu aku dapat dari salah satu peserta yang berasal dari lampung,saat aku membahas siapa kira-kira pemenangnya nanti. Setelah ia mengucapkan kalimat itu,aku tertawa puas. Kutipan menyakitkan tapi sangat dalam menurutku. Dan memang akhirnya aku kalah. Karya tulis yang menghabiskan rupiah demi rupiah,jam demi jam,dan tentu saja kesehatanku yang saat itu sangat tidak fit,sia-sia sudah. Dan kini,akulah yang jadi pembuat keputusan itu. Ya,aku menjadi juri.
Ini merupakan tantangan terbesar selama aku berada di SMA. Itu datang dari seorang adik -yang lebih kuanggap sebagai rekan kerja- dari kepengurusan OSIS. Ia memintaku untuk menjadi juri lomba blog. Awalnya aku ragu dan khawatir. Tapi,aku niatkan untuk menerimanya. Dan satu kesalahan fatal yang aku lupakan:aku lupa memberitahunya,bahwa seorang juri adalah rahasia.
Link blog peserta pun aku terima lewat e-mail. Sampai pukul 11 malam,aku menilai blog-blog itu di warnet. Aku sangat hati-hati dalam menilai,karena,jujur saja,menilai sebuah blog adalah penilaian paling sulit. Aku bingung menetukan angka,jadi aku menyusun entri-entri penilaian terkecil yang ada dalam sebuah blog. Dan nilai-nilai itu akhirnya aku jumlahkan. Itu sungguh sangat menakutkan. Namun anehnya,keadaan fisikku yang sedang sakit itu,tidak mempengaruhi sama sekali.
2 Hari kemudian hasilnya dipampang pihak panitia. Aku melihatnya. Dan tanpa terduga,mereka juga menampilkan nilai blog lain selain 3 blog juara. Memang sebenarnya itu sudah di luar batas. Dan dari situ aku berfikir tentang perasaan para blogger yang kalah. Dan melihat nilai minim mereka yang terpampang disana.
Namun,ya mau diapakan lagi. Tinggal aku berikan saja saran kepada panitia tentang kedepannya. Sungguh,aku tak mau menjadi juri sebuah event lagi. Mengatur-atur perasaan manusia sangatlah tidak menyenangkan. Wakaupun aku tak tahu apa yang dikatakan mereka tentang penilaian yang aku lakukan,aku sudah dapat menerka.
Kutipan itu aku dapatkan saat lawatan sejarah se JABAR,lampung,dan DKI april tahun lalu.Kutipan itu aku dapat dari salah satu peserta yang berasal dari lampung,saat aku membahas siapa kira-kira pemenangnya nanti. Setelah ia mengucapkan kalimat itu,aku tertawa puas. Kutipan menyakitkan tapi sangat dalam menurutku. Dan memang akhirnya aku kalah. Karya tulis yang menghabiskan rupiah demi rupiah,jam demi jam,dan tentu saja kesehatanku yang saat itu sangat tidak fit,sia-sia sudah. Dan kini,akulah yang jadi pembuat keputusan itu. Ya,aku menjadi juri.
Ini merupakan tantangan terbesar selama aku berada di SMA. Itu datang dari seorang adik -yang lebih kuanggap sebagai rekan kerja- dari kepengurusan OSIS. Ia memintaku untuk menjadi juri lomba blog. Awalnya aku ragu dan khawatir. Tapi,aku niatkan untuk menerimanya. Dan satu kesalahan fatal yang aku lupakan:aku lupa memberitahunya,bahwa seorang juri adalah rahasia.
Link blog peserta pun aku terima lewat e-mail. Sampai pukul 11 malam,aku menilai blog-blog itu di warnet. Aku sangat hati-hati dalam menilai,karena,jujur saja,menilai sebuah blog adalah penilaian paling sulit. Aku bingung menetukan angka,jadi aku menyusun entri-entri penilaian terkecil yang ada dalam sebuah blog. Dan nilai-nilai itu akhirnya aku jumlahkan. Itu sungguh sangat menakutkan. Namun anehnya,keadaan fisikku yang sedang sakit itu,tidak mempengaruhi sama sekali.
2 Hari kemudian hasilnya dipampang pihak panitia. Aku melihatnya. Dan tanpa terduga,mereka juga menampilkan nilai blog lain selain 3 blog juara. Memang sebenarnya itu sudah di luar batas. Dan dari situ aku berfikir tentang perasaan para blogger yang kalah. Dan melihat nilai minim mereka yang terpampang disana.
Namun,ya mau diapakan lagi. Tinggal aku berikan saja saran kepada panitia tentang kedepannya. Sungguh,aku tak mau menjadi juri sebuah event lagi. Mengatur-atur perasaan manusia sangatlah tidak menyenangkan. Wakaupun aku tak tahu apa yang dikatakan mereka tentang penilaian yang aku lakukan,aku sudah dapat menerka.
Komentar