Kenapa kucing begitu pantas untuk dicintai.

Tidak peduli apa agama kita, setinggi apa pendidikan kita, seperti apa latar belakang keluarga kita, bagiku orang paling hebat adalah yang sadar dan mengerti betul bahwa Bumi ini bukan hanya tempat tinggal untuk manusia - +Isma Hanifa Ma'ruf 

"Peti mati" kucing yang meninggal buatan +Isma Hanifa Ma'ruf 
Setelah membca postingan dari +Isma Hanifa Ma'ruf tentang kisah penemuan kucingnya yang berakhir menyedihkan, saya mendapat inspirasi lagi untuk menulis tentang hewan menkajubkan yang satu ini, setelah saya bercerita tentang topik itu berkali-kali di blog ini.  Populasi kucing yang tak terhitung di dunia ini, tentu juga menambah cerita-cerita menyedihkan bagi beberapa kucing yang kehdiupannya tak beruntung.



 Isma sendiri pun harus merasakannya. Ceritanya ia menemukan anak kucing yang kemungkinan baru lahir di tengah pasar. Karena rasa kasihan yang dimilikinya sebagai penyuka kucing, ia bersama pacarnya membawa kucing tersebut ke rumahnya, setidaknya membuat anak kucing itu mendapat perlakuan yang lebih baik. Nenek Isma yang tidak menyukai kucing, menjadi tantangannya agar kucing itu tetap selamat. Singkat cerita, kucing itu tak bertahan lama. Tuhan ternyata menakdirkan isma bukan untuk memeliharanya, melainkan menjadi tempat untuk mengantarkan si anak kucing ke tempat yang lebih baik. Dan, semoga, tentu saja tempat mereka bertemu kembali.

Dan melalui postingan ini, saya akhirnya ingin bercerita sesuatu hal yang selalu menjadi mimpi buruk saya, dan ingin selalu saya lupakan. Bahkan, walau kedengarannya lebay, menjadi trauma. Malam itu, di kampus IPB dramaga, sekitar pukul 18.30, ramai sekali mahasiswa yang lalu lalang. Tidak hanya orang, kendaraan yang didominasi motor pun lalu lalang. Ketika saya berjalan, jauh di depan, saya melihat seekor anak kucing menyebrang. Dengan langkah lucunya sambil melompat itu, saya tersenyum dan menikmatinya. Namun pemandangan itu hancur saat itu juga. Sebuah motor dengan tega melindas tubuh kecil itu. Tentu saya terhenyak. Tapi, jujur saja, saya hanya diam. Sedangkan orang-orang sekitar saya menjerit, dan berlarian mendatangi tempat kejadian. Si pengendara motor pun bertanggung jawab dengan menghentikan motornya dan membawa tubuh kecil itu yang...sedang sekarat. Suasana itu begitu nyata dan tak pernah bisa saya lupakan. Dan, tetap, saya tak bergabung ke kerumunan itu. Saya benar-benar bingung.

Ternyata, itu bukan terakhir kalinya. Untuk kedua kalinya, di tempat yang sama, saya meihat kucing besar berlari menyebrang, dan ditabrak kembali oleh motor. Saya langsung memalingkan, dan bertakbir secara refleks. Saya tidak mau mengulang kesalahan yang pertama, sehingga saya kuatkan diri untuk kembali dan mencari -mungkin- mayat kucing itu, karena saya yakin si pengendara motor tidak bertanggung jawab. ajaibnya, saya tidak menemukan mayat itu dimanapun! Saya bersyukur jika kucing itu masih hidup.

Dan trauma itu membekas sampai sekarang. Ketika di jalan saya menemukan kucing akan menyebrang, saya benar-benar gelisah. Kadang, saat saya mengendarai motor dan melihat kucing menyebrang, segera saya teriakkan agar segera menyebrang, walaupun itu membuatnya takut. Setidaknya itu membuat dia menjauhi jalanan.

Saya pun heran, kenapa saya mempunyai perasaan terhadap kucing begitu berbeda dengan orang lain. Walalupun, keluarga saya -termasuk ibu dan adik saya- teramat sangat lebih gila dalam mengungkapkan kecintaan pada kucing. Mungkin saya tidak seperti adik saya yang bisa makan satu piring dengan kucing. Mungkin saya tidak seperti ibu saya juga, ketika kucing peliharaan kami telat pulang malam, sempat khawatir dan menunggu-nunggu di pintu dapur.

How we behave toward cats here below determines our status in heaven. - Robert A. Heinlein

Semoga itu benar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

OST Doraemon - Legend of The Sun King

Siapa eisuke hondo?

QR Code (Kode QR)