Tarawih dan angkanya.

Tarawih di istiqlal (sumber:republika.com)

Lingkungan saya dan tarawih.

Selama hampir tiga dasawarsa, pelaksanaan tarawih di daerah saya menganut paham 23 rakaat. 20 tarawih dan 3 witir. Karena ego manusia yang ingin mendapat pahala sebanyak-banyaknya dengan cara secepat-cepatnya,maka tarawih 23 itu super ngebut. 23 rakaat bisa beres dalam satu jam.

Peristiwa yang ingin diceritakan

Kemarin, pada bulan ramadhan ke-3, ada keluhan dan pemikiran baru bahwa harus ada perubahan dalam sistem tarawih yang ada. Banyak yang berfikir, bahwa 23 rakaat dengan jalan super cepat, sangat tak dinimati bahasa ibadahnya. Apabila diperlambat pun, akan memakan waktu yang lama. Maka, banyak yang usul bahwa salat tarawih menjadi 11 rakaat saja. Singkat cerita,hal itupun "disepakati". Pada malam berikutnya, berjalanlah perubahan besar setelah 30 tahun ada.

Namun,ternyata ada jamaah yang tidak berkenan. Dan caranya pun sangat disesalkan. Bukannya berbicara mengeluarkan pendapat di forum, namun malah mendatangi rumah sang imam untuk menyatakan keberatannya. Malam berikutnya pun diadakan forum lagi. Tanpa pikir panjang, semua sepakat kembali ke 23. Keputusan itu ada, karena terbukti adanya warga yang tidak berkenan, dan dikhawatirkan malah menciptakan masalah baru. Sang imam merahasiakan siapa warga tersebut.

Akhirnya, tradisi 30 tahun itu pun berlanjut terus.

Opini saya?

Jalan terbaik mendapat pahala adalah tarawih 23 rakaat dengan bacaan yang tartil. Imbasnya akan memakan waktu yang banyak. Jika ingin cepat, maka 11 rakaat tapi tetap tartil. Imbasnya, katanya "pahalanya berkurang". Namun, sang imam memberikan pernyataan penutup yang membuat semua jamaah hampir diam:

"Masalah pahala bukanlah karena jumlah. Pahala adalah urusan hati kita dengan Tuhan. Kita berjalan mencari keridhoan. Ada jalan menerobos paling cepat namun berliku. Ada jalan memutar yang lebih halus namun lebih lama"